Sayang, kamu tau gak? Aku melihat sosok itu duduk termenung disana. Sedang asik bersama tumpukan tembakau dihadapannya. Seru sekali dia membuat tingwe, sesekali ada yang menengok juga kesana. Tiba-tiba ada yang berkata "Lare sak niki mboten purun ndamel tingwe. Mbok menawi mboten pratis nggih"
Kembali ia asik dengan tembakau, kelembak dan menyan dihadapannya. Tak peduli dengan orang yang lalu lalang.
Keretek...keretek...keretek...bunyi lintingan tingwe yang dibakarnya. Memang tidak mungkin berbunyi cengkeh, karna dari bunyi itulah istilah keretek berasal, bunyi kemeretek itu. Tapi sekarang sudah jarang yang mau duduk bersamanya melinting rokok itu, semua maunya serba praktis...bau menyan membuat aroma di sekelilingnya. Ia memakai daun klobot dan enau kering sebagai pembungkus.
Sayang, pemandangan ini pasti mengingatkanmu dengan kampung halaman. Dimana masih terdengar suara magis seorang kakek menembang untuk cucunya dan suara kokok ayam membangunkan desa yang tak kalah hiruk pikuk dengan kebisingan ibukota...hanya terasa lebih damai, akrab dan tentram...
Jiwaku merindukanmu selalu...
-Hening-
MW, Selasa, 12 Agustus 2003, 10.13
========
Ide Tingwe, dari Hal. 1 Kompas...
No comments:
Post a Comment